Pasar Serba Ada di Gerbang Negara
>> Tuesday, August 19, 2008
Oleh: Soelastri soekirno
Kiranya tak salah menyebut Bandara Internasional Soekarno-Hatta sebagai ”pasar serba ada”. Di bandara itu ada penyemir sepatu, ojek, taksi gelap, pedagang asongan, resto terkenal, dan porter liar. Sungguh jauh dari bayangan wajah negara yang mestinya tertata, aman, dan nyaman.
Keluhan soal kondisi dan pelayanan di bandara yang lebih banyak tampak ”amburadul” daripada tertata sering terlihat. Namun, upaya pembenahan belum juga maksimal.
Hingga Rabu (13/8), kondisi bandara tetap belum sesuai harapan pengguna. Rasa tak aman dan tak nyaman masih menggelayuti perasaan.
Lewatlah di area publik dalam bandara niscaya bau dan asap rokok akan langsung menyergap hidung. Begitu duduk di bangku panjang di Terminal I dan II atau memesan makanan di salah satu resto dalam area bandara, dalam hitungan menit, pedagang asongan dan penjual jasa menghampiri menawarkan dagangan dan jasa mereka.
”Semir, semir sepatu,” kata bocah lelaki bersandal jepit bersahut-sahutan. Baru semenit menolak tukang semir, datang penjual parfum dan pulpen menawarkan dagangan. ”Parfum ini sama dengan yang dijual pramugari. Kalau di mal harganya sampai Rp 300.000, di sini saya jual Rp 150.000 saja,” kata Sri, penjual parfum, merayu calon pembeli.
Keluar dari resto, giliran penarik ojek dan sopir taksi gelap yang kini dilegalkan menjadi penyewaan mobil dan biro wisata menawarkan jasa untuk mengantarkan ke mana saja.
Untuk meyakinkan calon penumpang, Nafis, penarik ojek warga Bojong Renged (kampung di belakang bandara), bercerita, ia sering mengantar penumpang sampai wilayah Kota di Jakarta Barat. ”Kemarin saya antar seorang ibu yang ketinggalan pesawat. Rumahnya di Pamulang- Kabupaten Tangerang. Ongkosnya cuma Rp 70.000,” ujar Roni, pengojek, Selasa malam. Ia mangkal di Terminal II, penerbangan internasional, Garuda dan Merpati.
Kondisi lebih seru terjadi di area parkir. Kaum perempuan yang menjadi pedagang asongan makanan menggelar dagangan di banyak tempat. Ada yang di antara mobil, ada pula yang memilih berdagang di pangkalan ojek. Selain menjual teh, kopi panas, aneka kue, dan telur, pedagang juga menyediakan bermacam lauk dan nasi putih.
Harga satu porsi nasi putih dengan sayur dan salah satu lauk (bisa oseng kerang atau balado teri) plus sambal hanya Rp 7.000. Jika ditambah minum sebotol air mineral bermerek terkenal, pembeli cukup membayar Rp 9.500 sekali makan. Mereka tetap lahap makan walaupun aroma tak sedap tercium akibat banyak orang yang suka buang air kecil di sembarang tempat.
Harga makanan itu murah dibandingkan makan dengan menu yang hampir sama di warung makan resmi di area parkir atau terminal bandara yang harganya bisa tiga kali lipat.
Menurut Idah, penjual asongan makanan di area parkir bandara, berjumlah lebih dari 100 orang, termasuk dirinya. Mereka umumnya warga di balik pagar Bandara Soekarno-Hatta.
Bagi para perempuan, seperti Idah yang tak tamat SMP, berjualan makanan di bandara sangat membantu ekonomi keluarga. ”Sebagian yang jualan gini dulu korban gusuran, tetapi ada juga pendatang dari Sumatera,” kata Dedeh, pedagang makanan yang asli Tangerang.
Bermodal termos, tas berisi bungkusan nasi, lauk, telur, sambal, dan air mineral, para perempuan itu menyusuri area parkir bandara untuk mengais rezeki.
Beberapa orang di antara mereka mengaku mendapat penghasilan lebih dari Rp 100.000 per hari. ”Lumayan bisa bantu suami yang cuma ngojek. Kalau tidak begini, dari mana biaya sekolah anak,” kata Dedeh yang memiliki tiga anak.
Selain pedagang makanan, di balik ratusan mobil yang parkir, ada porter liar. Selasa malam, Kompas menyaksikan sebuah keluarga yang akan memasukkan koper dan tas ke mobilnya kaget saat tiga lelaki tiba-tiba muncul di belakang mobil dan membantu memasukkan empat koper dan tas mereka.
”Bos, bos,” kata seorang dari lelaki itu. Maksudnya ia meminta uang. Dengan mimik kesal, salah satu anggota keluarga itu memberi uang kepada para lelaki yang biasa disebut porter liar tersebut. Porter, tanpa kerja, yang tiba-tiba datang dan minta uang ini menjengkelkan pengguna bandara.
Tanggung jawab bersama
Manajer Humas PT Angkasa Pura II Trisno Heryadi mengakui adanya kekurangan sarana dan pelayanan di Bandara Soekarno-Hatta.
Akan tetapi, pihak badan usaha milik negara yang mengelola bandara tersebut menyatakan, hal itu sebagai tanggung jawab bersama. ”Maksudnya saya, mereka yang terkait dengan penggunaan bandara harus bersama- sama mewujudkan bandara yang nyaman dan aman,” kata Trisno pada Rabu.
Soal tumbuh suburnya ojek, taksi gelap, pedagang asongan bahkan pelanggaran oleh para perokok, ia berpendapat, hal seperti itu terjadi karena sikap dan tiadanya keinginan masyarakat untuk berubah menjadi baik.
Ia menambahkan, Angkasa Pura II juga tengah melakukan pembenahan dan pembangunan Terminal III.
Benar, mulai ada perbaikan total toilet di Terminal I (domestik) dan penambahan toilet, ruang ibadah di area parkir, tetapi kenyamanan pengguna juga berkurang oleh makin tersitanya ruang publik oleh penambahan kios makanan dan pakaian.
Sebagai bandara utama yang tiap tahun dikunjungi 34 juta penumpang dalam dan luar negeri, tak pantas dibiarkan dalam keadaan ”amburadul”.
Manajer Humas PT Angkasa Pura II Trisno Heryadi mengakui adanya kekurangan sarana dan pelayanan di Bandara Soekarno-Hatta.
Akan tetapi, pihak badan usaha milik negara yang mengelola bandara tersebut menyatakan, hal itu sebagai tanggung jawab bersama. ”Maksudnya saya, mereka yang terkait dengan penggunaan bandara harus bersama- sama mewujudkan bandara yang nyaman dan aman,” kata Trisno pada Rabu.
Soal tumbuh suburnya ojek, taksi gelap, pedagang asongan bahkan pelanggaran oleh para perokok, ia berpendapat, hal seperti itu terjadi karena sikap dan tiadanya keinginan masyarakat untuk berubah menjadi baik.
Ia menambahkan, Angkasa Pura II juga tengah melakukan pembenahan dan pembangunan Terminal III.
Benar, mulai ada perbaikan total toilet di Terminal I (domestik) dan penambahan toilet, ruang ibadah di area parkir, tetapi kenyamanan pengguna juga berkurang oleh makin tersitanya ruang publik oleh penambahan kios makanan dan pakaian.
Sebagai bandara utama yang tiap tahun dikunjungi 34 juta penumpang dalam dan luar negeri, tak pantas dibiarkan dalam keadaan ”amburadul”.
Sumber: Kompas, Kamis, 14 Agustus 2008
0 comments:
Post a Comment