Kuliner Bandung yang Beragam

>> Wednesday, August 27, 2008

”Kalau di Bandung, makanan apa pun disikat soalnya enak-enak. Saya pernah membawa turis Jerman ke rumah makan Sunda. Tahu dan tempe tetap dimakan,” kata Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Indonesia Jawa Barat Herman Rukmanadi.
Berdasarkan pengalaman Herman, turis-turis asing tidak mengalami masalah bila disuguhi makanan khas Sunda, bahkan menggemarinya.
Kreativitas pelaku usaha makanan membuat keragaman santapan di Bandung memiliki daya tarik tinggi untuk dieksplorasi.
Begitu banyak jenisnya, makanan Bandung bisa dibagi dalam berbagai kategori. Berdasarkan jam buka penjual, misalnya, keunggulan kuliner Bandung tidak hanya dapat dinikmati saat siang, tetapi juga malam bahkan hingga dini hari.
Jika ditinjau dari masanya, tidak sedikit jenis makanan yang sudah dibuat sejak zaman kolonialisme dengan rasa tetap dipertahankan. Belum lagi, kalau dikelompokkan dalam hidangan utama atau sekadar makan sela.
Bagi mereka yang senang dengan kehidupan malam, tak perlu khawatir kelaparan. Terdapat restoran cepat saji yang buka 24 jam. Seandainya ingin mencicipi cita rasa lokal, bisa mencoba warung makan Ceu Mar yang buka hingga pagi hari.
Maria, pemilik warung, berjualan pukul 20.00-08.00. Menu warung di Jalan Cikapundung itu adalah nasi dan lauk-pauknya. Tak jauh dari sana, di Jalan Asia Afrika, ada bubur ayam PR.
Disebut bubur ayam PR karena gerobaknya terletak di depan kantor harian umum Pikiran Rakyat (PR). Di situ pembeli bisa sekaligus melihat hotel legendaris Savoy Homann Bidakara yang dibangun pada tahun 1871 yang berada di seberangnya.
Perkedel kentang yang banyak diminati pembeli dapat disantap di terminal angkutan kota Stasiun Bandung, Jalan Kebonjati. Di warung nasi M Unus itu, selain perkedel juga dijual nasi dan lauk-pauk lain pada pukul 22.00-03.00.
Khas Sunda
Lazimnya di kota mana pun yang memiliki kekhasan, hidangan yang banyak ditawarkan adalah masakan khas Sunda. Bermacam rumah makan Sunda tersebar di jalan-jalan besar hingga gang sempit.
Sawios adalah salah satu tempat makan di gang kecil sebelah Bandoengsche Melk Centrale (BMC), Jalan Aceh. Pemiliknya, Siti Aminah, sebelum menempati lokasi saat ini sudah berpindah tempat hingga delapan kali. Bahkan, dia pernah dikejar-kejar petugas ketertiban umum (tibum) ketika berjualan menggunakan gerobak. Membantu ibu dan berpindah tempat berjualan membuat Siti tak lulus sekolah dasar.
Meski demikian, kini dia bersyukur sudah memiliki bangunan berlantai dua dan lahan yang dia tempati sejak akhir tahun 2005. Kini, pelanggan yang datang ke sana saat makan siang harus antre, bahkan sering tidak kebagian tempat. Padahal jumlah kursi cukup banyak, sekitar 100 buah. Warung itu buka pukul 08.00-17.00 dan tutup setiap hari libur nasional dan Minggu.
Warung nasi khas Sunda lain, Ma’ Uneh yang terletak di Jalan Terasana, harus dicapai melalui jalan kecil di samping Rumah Sakit Melinda, Jalan Pajajaran. Meski demikian, pada saat makan siang suasana di sana sangat ramai dipadati pembeli. Warung itu buka pukul 07.00-16.00.
Sejak masa kolonial
Kelebihan kuliner Bandung yang tak kalah menarik adalah toko atau rumah makan yang sudah berdiri lama, bahkan sejak zaman penjajahan Belanda.
Toko Kue Bawean yang dulu bernama Sweetheart sudah dijalankan tiga generasi sejak tahun 1946. Produk andalan toko di Jalan Bawean tersebut adalah kue, bolu, dan roti. Sedangkan Rasa Bakery and Cafe di Jalan Tamblong, yang menjual es krim dan roti, sudah berdiri sejak tahun 1945.
Di Jalan Braga, terdapat rumah makan Sumber Hidangan dengan nuansa bangunan Belanda. Memasuki tempat itu, terlihat radio kuno berukuran besar di belakang meja kasir. Lantainya terdiri dari potongan ubin klasik. Dindingnya sebagian dibuat dari kayu dan pada beberapa bagian tembok semen, catnya yang sudah kusam dan berjamur menambah suasana zaman dulu.
Rumah makan yang sudah ada sejak tahun 1929 itu menyajikan hidangan seperti bistik sapi, nasi goreng, sate, bihun, dan mi. Meski tempat tersebut sudah berusia lama, harga makanannya relatif sangat terjangkau. Selain itu, rumah makan itu juga menjual kue-kue klasik.
Masih di jalan yang sama, Restoran Braga Permai sudah beroperasi setidaknya mulai tahun 1930-an dengan nama pada saat itu Maison Bogerijen. Sejak masa yang sama, Paberik Kopi Aroma di Jalan Banceuy yang buka pukul 08.00-16.00 sudah menjual produknya.
Pilihan lain adalah Restoran Queen di Jalan Dalemkaum yang sempat menjadi persinggahan tamu-tamu negara saat Konferensi Asia Afrika tahun 1955. Tempat itu sendiri dibuka tahun 1954. Mulai berjualan pada masa hampir bersamaan adalah Toko Roti Sidodadi di Jalan Otto Iskandar Dinata. Produknya antara lain roti gambang, kismis, dan roti tawar frans.
Jadi, Bandung memang tempatnya mencari keberagaman, termasuk aneka jenis makanan yang jadul (jaman dulu) sampai kreasi baru.

Sumber: Kompas, Rabu, 27 Agustus 2008

0 comments:

About This Blog

Lorem Ipsum

  © Free Blogger Templates Skyblue by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP