Imperialisme Baru dan Ketergantungan dalam Pembangunan Kepariwisataan Indonesia

>> Tuesday, August 19, 2008

Studi Kasus Pariwisata di Kota Bandung
Oleh: Dieny Ferbianty
Sekilas Mengenai Teori Ketergantungan
Teori ini berawal dari teori struktural, yang pada dasarnya menyetujui pendapat bahwa adanya ketergantungan satu negara atas negara lain, karena adanya kekurangan modal dan kurangnya tenaga-tenaga ahli pada negara tersebut. Adapun faktor penyebabnya adalah karena adanya proses imperialisme atau neo imperialisme yang menyedot surplus modal yang terjadi di negara-negara pinggiran ke negara-negara pusat. Teori ini juga menjelaskan bahwa imperialisme ada hubungannya dengan kapitalisme. Perkembangan yang wajar dari negara-negara pinggiran, yang seharusnya menuju pembangunan yang mandiri, terganggu akibat masuknya kekuatan ekonomi dan politik negara pusat. Ada dua pendapat mengenai teori ketergantungan ini. Teori dari Frank menyebutkan bahwa struktur ketergantungan yang ada di negara satelit tidak memungkinkan negara ini melakukan pembangunan. Sedangkan Dos Santos beranggapan bhawa hal tersebut memungkinkan, walaupun pembangunan yang terjadi merupakan bayangan dari negara pusat. Peter Evans dan Cardoso menguraikan bahwa pembanguan dan industrialisasi bisa saja terjadi, tetapi sangat peka terhadap gejolak yang muncul di negara pusat.

Teori ketergantungan dari John A Hobson. menjelaskan imperialisme dan kolonialisme melalui motivasi keuntungan ekonomi. Teori ini merupakan kelompok teori Gold, yang menjelaskan, bahwa terjadinya imperialisme karena adanya dorongan untuk mencari pasar dan investasi yang lebih menguntungkan. Ketika pasar dalam negeri telah jenuh atau pasar dalam negeri terbatas, maka mereka mencari pasar baru di Negara-negara lain. Menurut Vladimir Ilich Lenin, imperialisme merupakan puncak kapitalisme. Kapitalisme yang semula berkembang dari kompetisi pasar bebas, mematikan perusahaan-perusahaan lain dan memunculkan kapitalisme yang menguasai pasar. Walaupun bentuknya pada jaman sekarang ini tidak menggunakan armada militer, namun dampaknya tetap saja merugikan negara yang menjadi objek penanaman investasi mereka.

Teori ketergantungan pada dasarnya menyetujui, bahwa yang menjadi penyebab ketergantungan adalah kekurangan modal dan kurangnya tenaga ahli. Tetapi faktor penyebabnya adalah proses imperialisme dan neo imperialisme yang menyedot surplus modal yang terjadi di negara pinggiran ke negara pusat. Akibat pengalihan surplus ini, negara pinggiran kehilangan surplus utama yang dibutuhkan untuk membangun negerinya. Maka, pembangunan dan keterbelakangan merupakan dua aspek dari sebuah proses global yang sama. Proses global ini merupakan proses kapitalisme dunia. Di kawasan yang satu, proses itu melahirkan pembangunan, di kawasan yang lain, menyebabkan lahirnya keterbelakangan.
Pembangunan di Indonesia
Pembangunan merupakan proses perubahan menuju sesuatu yang lebih baik, baik dari segi sosial ataupun peningkatan kualitas hidup yang dilalui oleh suatu masyarakat / bangsa. Dalam proses tersebut, seringkali pembangunan dihadapkan dalam hubungan yang berlawanan / trade off dari pembangunan itu sendiri, misalnya : adanya bangsa yang menjadi objek pembangunan dari negara lain, karena tidak sanggup bersaing, adanya kenyataan bahwa industrialisasi tidak berjalan seperti yang diharapkan.

Persepsi pembangunan di Indonesia, seringkali keliru. Persepsi bahwa yang utama dalam pembangunan adalah pembangunan fisik, mengakibatkan banyaknya infrastruktur yang dibangun, tetapi banyak masyarakat yang miskin, berpendidikan kurang, terpinggirkan dengan adanya pembangunan tersebut dan rusaknya lingkungan. Pembangunan bahkan mengakibatkan jurang antara si kaya dan si miskin makin dalam. Liberalisasi ekonomi yang sebenarnya merupakan peluang untuk menuju efisiensi, terpaksa ditempuh tanpa kesiapan institusi, peradilan dan peraturan. Hal ini mengakibatkan posisi tawar yang lemah dan kebergantungan yang tinggi pada pihak investor / asing.

Banyak orang menginterpretasikan pembangunan dengan pembangunan jalan layang, pembangunan gedung mewah bertingkat. Padahal, arti pembangunan sebenarnya adalah pembangunan masyarakat yang adil dan makmur. Keadilan yang menuju kemakmuran rakyat. Pembangunan fisik hanyalah salah satu fenomena kemakmuran.

Pembangunan itu harus berlangsung dengan adil, adil bagi manusia, bagi alam, agar pembangunan yang dilaksanakan dapat berkesinambungan. Adanya pemerintahan adalah untuk mewujudkan hal itu. Tugas pemerintah disampimg menyelenggarakan perekonomian yang adil adalah melaksanakan pemerataan / keadilan sosial, melaksanakan hukum, menyelenggarakan pemerintahan dengan keadilan politik dan desentralisasi yang adil, dengan birokrasi yang efisien dan jujur, serta aparat yang handal.
Pembangunan Pariwisata di Indonesia
Perkembangan pariwisata di dunia, yang begitu pesatnya, menunjukkan bahwa pariwisata akan menjadi industri terbesar di dunia. Pariwisata dijadikan katalisator pembangunan bagi negara-negara berkembang, untuk keluar dari keterbelakangan.
Namun kenyataan menunjukkan bahwa pertumbuhan pariwisata di Negara Dunia Ketiga telah menciptakan imperialisme baru / imperialisme terselubung. Masyarakat dari “Negara Pusat” (meminjam istilah dari teori ketergantungan) menggunakan kekuatan ekonominya untuk memaksakan kehendaknya pada Negara dunia ketiga, dan menciptakan lingkungan seperti yang diinginkannya. Ketidaksetaraan hubungan antara tuan rumah dan tamunya, ketidakseimbangan dalam perolehan manfaat, terpinggirkannya masyarakat lokal, terlanggarnya hak masyarakat lokal atas ruang publik dan terlampauinya kapasitas daya dukung lingkungan, menjadi isu-isu di balik pembangunan kepariwisataan Indonesia.

Konsep pembangunan Berkelanjutan dilahirkan pada Rio Earth Summit 1992, konsep tersebut dianggap konsep terbaik pembangunan, termasuk pembangunan kepariwisataan. Konsep pembangunan ini mensyaratkan adanya praktek ramah lingkungan oleh industri pariwisata, penciptaan “Good Governance”, “Sustainable Human Development” serta terperhatikannya Hak Azasi Manusia. Pembangunan sektor kepariwisataan nasional dalam kurun waktu masa kini dan masa mendatang harus mampu beradaptasi dengan isu-isu tersebut.

Dari pengalaman yang dialami Indonesia dalam menyelenggarakan pembangunan kepariwisataan ada hal-hal yang dialami Indonesia, antara lain :
  • Terindikasinya ketidakseimbangan hubungan kekuasaan antara negara asal wisatawan (negara maju) dan negara berkembang sebagai tuan rumah. Ketidakpuasan wisatawan sering dilihat sebagai kesalahan negara tuan rumah.
  • Ketidakseimbangan arus masuk berbagai perusahaan multinasional ke dalam perkembangan sektor pariwisata Indonesia mengalir begitu deras. Indonesia telah dibanjiri berbagai jaringan hotel berbintang internasional, dari mulai Jakarta hngga Irian Jaya. Di bidang jasa boga, Mc Donald, Hard Rock Café, Planet Hollywood, Pizza Hut, telah berhasil menyusup kalangan menengah Indonesia. Sementara itu, produk-produk nasional mempunyai daya saing lemah, tidak mempunyai daya tawar yang tinggi, bahkan di pasar domestik.
  • Terjadinya kerusakan lingkungan dan budaya tradisional. Hubungan antara tuan rumah dan wisatawan sebagai tamu, sudah lebih mirip budak dengan tuannya. Tuan rumah, karena pertimbangan ekonomi mengorbankan apapun untuk kepuasan tamunya.
  • Terindikasikannya pariwisata sebagi bentuk imperialisme baru/terselubung, adanya ketergantungan negara/daerah penerima tamu untuk menuruti keinginan wisatawan karena ingin meraih pasar internasional/demi keuntungan ekonomi. Sementara itu negara penerima tamu tidak mampu bersaing memasuki mekanisme pasar internasional.
    Pemerintah dan pelaku bisnis di negara/daerah penerima wisatawan tunduk pada kepentingan wisatwan, demi devisa. Berbagai kebijakan di bidang kepariwisataan, dan produk wisata dirancang dengan mengesampingkan hak-hak masyarakat. Masyarakat seringkali tidak diajak/tidak mendapat kesempatan untuk menentukan pilihan, yang ada hanyalah kewajiban untuk mendukung bahkan berkorban untuk kepentingan pariwisata.

Pembangunan Kepariwisataan di Kota Bandung
Kepariwisataan telah berkembang menjadi industri besar yang memiki peran strategis dalam pembangunan Kota Bandung. Posisi Kota Bandung sebagai pusat bisnis, pemerintahan,pendidikan,ibukota propinsi, dan keunggulan iklim kota, aktivitas wisata mendukung Kota Bandung sebagai pusat distribusi wisatawan terutama, wisatawan nusantara.

Potensi produk pariwisata di Kota Bandung terlihat dari komponen pembentuk pariwisata Kota Bandung, yaitu :

  • Potensi Atraksi Wisata.
    Berdasarkan kemampuan sumber daya pariwisata dan pola pengembangan kawasan kota, maka citra produk pariwisata di Kota Bandung diklasifikasikan sebagai destinasi wisata dengan spesifikasi “Urban Tourism”, dengan tipologi : wisata heritage,wisata belanja ,wisata kuliner,wisata pendidikan,rekreasi alam dan buatan, MICE (Meeting,Incentive,Convention dan Exhibition).
  • Potensi Amenitas.
    Ketersediaan amenitas berupa fasilitas wisata dan pelayanan, berbagai sarana akomodasi masih mampu menampung wisatawan yang datang. Begitu juga sarana makan minum yang semakin meningkat dengan adanya trend wisata kuliner. Biro perjalanan wisata dan agen perjalanan wisata telah menawarkan kemudahan berwisata.
  • Potensi Aksesibilitas.
    Sarana aksesibilitas untuk mencapai Kota Bandung dapat dikatakan relatif cukup mendukung kegiatan pariwisata, dengan adanya Tol Cipularang, Bandara Husein Sastranegara dan dukungan dua stasiun, namun perlu diperhatikan untuk lebih dikembangkan agar mampu mendukung, menampung wisatawan yang datang.

Potensi Pengembangan Pariwisata Kota Bandung Dalam Lingkup Nasional dan Provinsi Jawa Barat

Dalam lingkup nasional
Dalam lingkup nasional, secara eksplisit dinyatakan dalam Cetak Biru Pemasaran Pariwisata Indonesia bahwa Kota Bandung merupakan salah satu produk unggulan wisata nasional, baik untuk pasar pariwisata nusantara maupun pasar mancanegara. Pasar pariwisata nusantara diarahkan pada jenis kegiatan wisata perkotaan (rekreasi dan hiburan, belanja, kuliner, budaya, dll), sedangkan dalam pasar mancanegara dikaitkan dengan eksistensi jalur wisata Jawa – Bali overland dan potensi destinasi wisata sekitar Kota Bandung dengan menempatkan Kota Bandung sebagai point of distribution.

Dalam lingkup Provinsi Jawa Barat
Dalam lingkup Provinsi Jawa Barat, Kota Bandung termasuk ke dalam salah satu kawasan wisata unggulan yang ditetapkan dalam RIPPDA Provinsi Jawa Barat.

Di samping wisata belanja dan kuliner, potensi daya tarik alam terbesar di sekitar Kota Bandung, diantaranya adalah di Bandung Utara, yaitu Tahura Juanda, Lembang dan Tangkuban Parahu, di Bandung Selatan, yaitu Ciwalini, Cimanggu, dan Situ Patengan. Daya tarik lainnya juga terdapat di kawasan ini, yaitu museum geologi, museum konferensi Asia Afrika, saung angklung Mang Udjo, bangunan bersejarah, dan kompleks militer Cimahi.

Peluang besar berasal dari wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara DKI dan Jabar dengan karakteristik weekenders, rekreasi, rombongan, dan budaya populer.

Sebagai pusat pertumbuhan ekonomi Jawa Barat, kawasan ini didukung oleh kelengkapan prasarana dan sarana pendukung pariwisata terutama akomodasi dan infrastruktur transportasi. Selain itu, adanya Tol Cipularang juga secara signifikan meningkatkan arus kunjungan wisatawan ke Bandung dan sekitarnya.

Dalam pengembangan perwilayahan, Jawa Barat menganut konsep pengembangan berjenjang dan unggulan. Aspek spasial perencanaan pariwisata dinamakan Kawasan Wisata Unggulan (KWU). KWU ini merupakan kawasan wisata yang diunggulkan pada tingkat propinsi yang berperan dalam menjawab isu-isu pokok pembangunan pariwisata Jawa Barat. KWU berperan strategis karena keunikan lokasi maupun tingginya intensitas kunjungan wisatawan. Dalam penetapan KWU ini didasarkan atas perkembangan jalur jalan yang terdapat di Jawa Barat, dimana Kota Bandung termasuk dalam kelompok Jalur Tengah yaitu : “Jalur Tengah dengan jalan lintas tengah sebagai unsur pengikat kawasan yang mencakup sebagian wilayah Kabupaten/Kota Bogor, sebagian wilayah Kabupaten Cianjur, Kabupaten/Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Garut, Kabupaten/Kota Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis dan Kota Banjar”.

Demikian pula Kota Bandung ditetapkan sebagai salah satu dari 9 (sembilan) KWU di Privinsi Jawa Barat dengan tema : “Kawasan Wisata Perkotaan dan Pendidikan Bandung, yang meliputi wilayah Kota – Kabupaten Bandung, Kota Cimahi dan Kabupaten Sumedang”.

Berikut ini digambarkan perbandingan daya tarik pariwisata Kota Bandung dengan destinasi wisata lainnya di Jawa Barat menurut penilaian wisatawan nusantara dan mancanegara.


1. Wisatawan Nusantara
Kunjungan wisatawan nusantara ke Jawa Barat tahun 2004 menunjukkan bahwa destinasi yang paling diminati karena daya tariknya adalah Kabupaten Subang, Kabupaten Cirebon, dan Kota Bandung. Sementara itu, destinasi yang paling diminati wisatawan nusantara yang menginap di usaha akomodasi adalah Kota Bandung, Kabupaten Ciamis, dan Kabupaten Bogor.
Fakta ini menunjukkan bahwa Kota Bandung menjadi pilihan utama bagi wisatawan nusantara.

2. Wisatawan Mancanegara
Kunjungan wisatawan mancanegara ke Jawa Barat tahun 2004 menunjukkan bahwa destinasi yang paling diminati berdasarkan data kunjungan ke obyek wisata adalah Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Subang. Sementara itu, destinasi yang paling diminati berdasarkan kunjungan ke akomodasi Kota Bandung, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Bekasi.

Fakta ini menunjukkan bahwa Kota Bandung menjadi pilihan utama untuk tinggal bagi wisatawan mancanegara selama melakukan kunjungan wisata.

Strategi Pengembangan Produk Wisata

Strategi pengembangan produk wisata Kota Bandung diarahkan untuk memiliki karakter “Urban Heritage Tourism” dengan lingkungan yang sejuk, hijau, dan berbunga, dengan rincian sebagai berikut :

1. Pengelompokkan dan Pentemaan Kantong-kantong Pengembangan Kawasan Wisata

  • Kantong Kawasan Wisata Gegerkalong – Setiabudi
    Tema: Bandung Specialised Tourist Site (pilgrimage – education)
    Atraksi Wisata: Pondok Pesantren (Daarut Tauhid) – Institusi/lembaga pendidikan (STPB, UPI, UNPAS), Factory Outlet, Pertokoan Jl. Setiabudi, Fast Food, Restaurant & Café
    Aktivitas Wisata: Wisata Religi – Wisata Pendidikan – Wisata Belanja.
  • Kantong Kawasan Wisata Sukajadi – Sarijadi – Setra Sari – Pasteur
    Tema: Bandung Shopping Park
    Atraksi Wisata: Pusat perbelanjaan (Paris Van Java Mall, Setrasari Mall, Bandung Trade Center), Swalayan (Giant – Griya), Restaurant & Café sepanjang jl. Sukajadi, Museum dan Art Galery (Museum Barley, Neu Art Galery)
    Aktivitas Wisata: Wisata Belanja & Kuliner – Wisata Seni & Budaya
  • Kantong Kawasan Wisata Cihampelas – Cipaganti
    Tema: Cihampelas Shopping Arcade
    Atraksi Wisata: Pusat Perbelanjaan (Ciwalk Mall, Pusat Konveksi Dan Jins Cihampelas), Swalayan (Premier), Restaurant & Café, Fast Food, Bakery Shop, Toko Oleh-Oleh Khas Bandung, Aktivitas Pinggir Jalan (Distro, Pedagang Kaki Lima) Factory Outlet, Rencana pembangunan pusat perdagangan elektronik (Cihampelas Elektronic Center/bekas Sultan Plaza), Hiburan/entertainment (Discotik Studio East), Perumahan-perumahan Peninggalan Belanda
    Aktivitas Wisata: Wisata Belanja & Kuliner – Wisata Heritage
  • Kantong Kawasan Wisata Alun-alun – Sudirman – Otista – Gardujati – Pasirkaliki
    Tema: Alun-Alun Tourist-Entertainment complexes
    Atraksi Wisata: Kawasan Alun-alun (Mesjid Agung, Pusat Perbelanjaan, Kompleks Alun-alun, Taman Alun-alun), Pusat Kantor Pos Bandung, Pub-Diskotik-Karoke Jl. Jend. Sudirman, Pusat Perbelanjaan (Pertokoan Pasar Baru & Jl. ABC, Pasar Baru Trade Center, Pascal Hypermart, Istana Plaza)
    Aktivitas Wisata: Wisata Belanja & Kuliner – Wisata Hiburan & Rekreasi – Wisata Heritage – Wisata Religi
  • Kantong Kawasan Wisata Dago Utara – Punclut
    Tema: Dago Art & Nature Resort
    Atraksi Wisata: Taman Wisata Alam & Budaya (THR Ir. H. Juanda, Pemandangan Alam Dago Atas, Taman Budaya Jawa Barat), Kawasan Lindung (Punclut – Dago Atas), Kawasan Rekreasi Alam dan Budaya (Dago Golf, Dago Pakar, Restaurant & Café, Galeria – Galeria Seni dan Budaya
    Aktivitas Wisata: Wisata Rekreasi Alam – Wisata Seni & Budaya.
  • Kantong Kawasan Wisata Gedung Sate – Gasibu – Sabuga
    Tema: Bandung Landmark City
    Atraksi Wisata: Bangunan Peninggalan Bersejarah (Gedung Sate, Villa Merah), Institusi/lembaga pendidikan dan museum (ITB, Universitas Padjajaran, Museum Geologi), Tempat Peribadatan (Mesjid Salman, Istiqomah, PUSDAI), Taman Wisata Alam dan Rekreasi (Kebon Binatang, TWA Babakan Siliwangi), Wisata Hiburan (Sabuga Convention Hall, Lapangan Gazibu, Monumen Perjuangan)
    Aktivitas Wisata: Wisata Heritage – Wisata Pendidikan – Wisata Rekreasi Alam & Buatan – Wisata Convensi (MICE) – Wisata Religi
  • Kantong Kawasan Wisata Padasuka - Suci
    Tema: Padasuka Small Cultural Complexes
    Atraksi Wisata: Sentra Kesenian (Saung Angklung Mang Udjo), Pusat Perbelanjaan (Pasar Tradisional Cihaurgeulis, Kawasan Centra Kaos Jl. Suci)
    Aktivitas Wisata: Wisata Seni & Budaya – Wisata Belanja.
  • Kantong Kawasan Wisata Ir. H. Juanda – Merdeka – Riau
    Tema: Bandung Inner City Areas
    Atraksi Wisata: Pusat Perbelanjaan Dan Rekreasi (BIP, Planet Dago), Restaurant & Café Sepanjang Jl. Ir. H. Juanda Dan Jl. LLRE. Martadinata, Bangunan Peninggalan Sejarah Belanda (Balai Kota, Bank Indonesia, Gereja Katedral, Kawasan Pemukiman Jl. Juanda-Riau), Institusi/Lembaga Pendidikan (SD Merdeka, SD Banjarsari, ST. Inten, SMA 1, SMAK Dago, Taruna Bakti, Bimbingan Belajar, Kursus-kursus Bahasa Inggris)
    Aktivitas Wisata: Wisata Kuliner – Wisata Heritage – Wisata Pendidikan – Wisata Hiburan & Rekreasi.
  • Kantong Kawasan Wisata Braga – Asia Afrika – Cikapundung
    Tema: Bandung Historic Center
    Atraksi Wisata: Pusat Perbelanjaan (Kawasan Pertokoan Sepanjang Jl. Braga, Braga City Walk), Restaurant & Café, Bakery Shop, Pertokoan Asesoris Kendaraan Jl. Cikapundung, Pub, Karoke, Diskotik di Kawasan Braga, Sungai Cikapundung dan sekitarnya, Peninggalan Bangunan Sejarah Belanda, Kawasan Asia Afrika (Gedung Merdeka, Kantor-kantor), Hotel-hotel bernilai sejarah (Savoy Homan, Preanger)
    Aktivitas Wisata: Wisata Heritage – Wisata Belanja – Wisata Konvensi (MICE).
  • Kantong Kawasan Wisata Gatot Subroto – Binong Jati
    Tema: Gatsu Small Fortress Complex
    Atraksi Wisata: Kompleks Pertahanan Militer (Kompleks Kavaleri/Kodam Gatot Subroto, Fast Food, Restaurant & Bakery Shop, Pusat Kerajinan Rajutan Binong Jati.
    Aktivitas Wisata: Wisata Heritage – Wisata Belanja & Kuliner.
  • Kantong Kawasan Wisata Tegalega
    Tema: Tegalega City Theme Park
    Atraksi Wisata: Taman Wisata Kota & Rekreasi (Tugu Bandung Lautan Api, Kolam Renang Tirtalega), tempat hiburan khusus, Pertokoan sepamjang Jl. (Tegalega Mall), Museum (Museum Sri Baduga)
    Aktivitas Wisata: Wisata Rekreasi Buatan – Wisata Pendidikan.
  • Kantong Kawasan Wisata Cibaduyut
    Tema: Cibaduyut Shoe Market
    Atraksi Wisata: Sentra Sepatu Cibaduyut, Pertokoan Tas & Jaket, Pedagang Kaki Lima, Toko-toko khas oleh Bandung
    Aktivitas Wisata: Wisata Belanja.
  • Kantong Kawasan Wisata Cigondewah
    Tema: Cigondewah Induatrial Complex
    Atraksi Wisata: Pusat Industri Textile (Sentra Industri Makanan Usaha Menengah Kecil (Pabrik Tengteng, SHB, NLH, LSH)
    Aktivitas Wisata: Wisata Belanja & Kuliner
  • Kantong Kawasan Wisata Ujung Berung
    Tema: Ujung Berung Cultural & Art Center
    Atraksi Wisata: Rencana Pengembangan Pusat Kebudayaan Jawa Barat
    Aktivitas Wisata: Wisata Budaya.
  • Kantong Kawasan Wisata Gede Bage
    Tema: Gedebage Convention Resort
    Atraksi Wisata: Kawasan Pusat Primer Gede Bage
    Aktivitas Wisata: Wisata Konvensi (MICE) – Wisata belanja & Kuliner

Hak Warga Bandung dalam Pembangunan Kepariwisataan
Kota Bandung telah dikenal sebagai kota wisata sejak dahulu kala. Konon dahulu kala, ketika alam nusantara masih subur dan asri, Bandung telah eksis menjadi salah satu daerah terindah yang menjadi primadona para wisatawan, baik yang datang dari negeri sendiri maupun mancanegara. Walau tumpukan sampah yang mengotorinya beberapa waktu lalu dan julukan kota terkotor dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup, dua hal yang kontraproduktif tersebut, sepertinya tidak berarti apa-apa. Sampah boleh menumpuk, tetapi para pelancong tetap datang meskipun harus sambil menutup hidung. Daya pikat Bandung sungguh luar biasa. Adanya Tol Purbaleunyi dan Cipularang, merupakan revolusi dalam pariwisata Kota Bandung. Meski pada awalnya pembukaan jalan ini mengundang kontroversi, mulai dari pembebasan lahan sampai image proyek instan untuk kepentingan sesaat berkaitan dengan Konferensi Asia Afrika di Jakarta yang para pesertanya diajak berziarah ke Gedung Asia Afrika di kota ini.
Akibat paling nyata dari pembukaan jalan tol tersebut, adalah meningkatnya kunjungan wisatawan. Lihatlah pemandangan kota ini setiap akhir pekan. Setiap weekend tiba, sejak Jumat sore orang-orang Jakarta telah menyerbu. Sepanjang Sabtu pintu gerbang Tol Pasteur telah bisa dipastikan penuh oleh antrean kendaraan. Minggu siang sampai malam mereka kembali antre di tempat yang sama, tentu untuk kembali ke Jakarta. Kota pun gegap gempita. Dari Jumat sampai Minggu, Bandung bisa dibilang tidak tidur. Nyaris tidak ada rumah makan yang sepi, hotel yang kosong, toko tanpa pengunjung, terutama di kota bagian tengah dan utara.
Hal tersebut, menaikkan pamor Bandung sebagai kota pariwisata dan berpengaruh bagi kehidupan perekonomian Kota Bandung, Bidang yang secara langsung mendapatkan peningkatan penghasilan adalah Jasa Marga, pengusaha hotel dan restoran, pengusaha transportasi darat dan udara, factory outlet , dan jasa parkir. Di samping itu, kreativitas produsen kian terpacu. Produsen makanan tradisional terus melakukan modifikasi makanan semacam surabi imut, bubur ayam, dan batagor. Modifikasi juga terjadi dalam bidang kemasan dan pemasaran seperti desain rumah makan sunda.

Namun disisi lain, fenomena Bandung yang macet, dan setiap weekend tiba warga Bandung, hampir dipastikan malas ke luar rumah, atau terpaksa diam di rumah, sebagian memilih ke luar kota, karena sesaknya Kota Bandung.

Sebuah ruang kota / pariwisata seharusnya tidak hanya diabdikan bagi wisatawan yang datang dari luar wilayah kota pariwisata tersebut. Kota pariwisata adalah kota yang harus nyaman dikunjungi, baik oleh pengunjung dari luar daerah maupun (terutama) warga setempat. Dengan perkataan lain, sebesar apa pun sebuah kota diciptakan sebagai daerah pariwisata, ia tetap harus lebih mementingkan hak-hak warganya sendiri, minimal kepentingannya terlindungi. Penduduk setempat juga harus dimaknai sebagai wisatawan-bahkan wisatawan tetap-yang memiliki hak penuh atas "rumahnya" sebagai tempat untuk melepas penat, minimal pada setiap akhir pekan.
Pemerintah Kota Bandung rupanya tidak menerapkan konsep yang menyeluruh mengenai penataan ruang-ruang pariwisata. Pemusatan pertokoan sejenis dan, pembatasan jenis kendaraan yang melintas dipadu distribusi arus lalu lintas ke jalan di sekitarnya tentu kesemrawutan kota bisa diminimalkan. Para wisatawan juga tidak akan tercerai-berai di setiap sudut kota. Hak warga Bandung sendiri sebagai tuan rumah tentu tidak akan terabaikan.

Diam-diam, pariwisata menjadi imperialisme baru bagi warga Kota Bandung. Demi pariwisata, warga Bandung dipaksa untuk tidak dapt menikmati kotanya sendiri di akhir pekan. Sementara industri pariwisata di Kota Bandung, begitu tergantung pada wisatawan nusantara, terutama wisatawan dari Jakarta. Kota Bandung, harus rela berbagi ruang yang semakin sempit, karena tidak adanya konsep terpadu dalam pembangunan kepariwisataan kota.

Paradigma baru pembangunan pariwisata yang mensyaratkan kemitraan, partisipasi seluruh masyarakat, tidak dijalankan dengan baik, sehingga pembangunan kepariwisataan yang berkeadilan tidak terwujud. Pariwisata yang semula dijadikan paspor untuk pembangunan, berubah menjadi imperialisme terselubung dan ketergantungan. Kota Bandung dan warganya dipaksa mengikuti keinginan wisatawan.. Pembangunan pariwisata yang bersifat “Top Down”, menyebabkan masyarakat tidak mendapat kesempatan untuk ikut menentukan pilihan. Mereka hanya berkewajiban untuk mendukung, bahkan menjadi korban pariwisata. Rusaknya lingkungan alam dan sosial harus mereka tanggung demi tercapainya Pendapatan Asli Daerah / PAD yang tinggi melalui pariwisata.

Jika dikaitkan dengan teori pembangunan di atas, maka Kota Bandung menjadi negara pinggiran yang tergantung dengan negara pusat. Pariwisata telah menjadikan pembangunan kota Bandung menjadi bayang-bayang kota Jakarta. Hak warganya terberangus, demi pariwisata.

Konsep pembangunan Berkelanjutan yang dilahirkan pada Rio Earth Summit 1992 , kiranya perlu diterapkan dengan baik, agar lingkungan alam,sosial,budaya masyarakat Kota Bandung terpelihara. penciptaan “Good Governance”, “Sustainable Human Development” serta terperhatikannya Hak Azasi Manusia harus diintegrasikan dalam perencanaan pembangunan kepariwisataan Kota Bandung masa kini dan mendatang.

Sumber :

  • Budiman, Arief Dr. 1995.Teori Pembangunan Dunia Ketiga, PT Gramedia Pustaka Utama,Bandung.
  • Myra P Gunawan Dr.,2000. Agenda Pariwisata untuk Pengembangan Kualitas Hidup Secara Berkelanjutan,Proyek Agenda 21 Sektoral,Jakarta.
  • Partowidagdo,Widjajono.Dr.2004.Mengenal Pembangunan dan Analisis Kebijakan. Program Pasca Sarjana Studi Pembangunan ITB,Bandung.
  • Pemerintah Kota Bandung, 2006.BAPPEDA Kota Bandung, Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah Kota Bandung.

0 comments:

About This Blog

Lorem Ipsum

  © Free Blogger Templates Skyblue by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP