Mengubah Paradigma Adu Domba

>> Wednesday, April 2, 2008

MITOS "tumpur di pakalangan" sudah merupakan suatu ikatan antara pemilik, pencinta, dan peternak domba adu dengan hewan peliharaannya, saat bertanding arena adu domba yang disertai taruhan. Tidak hanya tanduk domba yang diadukan akan mengalami patah (punglak) atau cacat badannya saat bertarung di pakalangan, tetapi berbagai kejadian juga dipercaya akan dialami oleh sang pemilik dalam menjalani biduk rumah tangga.
"Percaya atau tidak, itulah adanya. Dan itu sering kali terjadi. Namun, hingga saat ini anggapan miring terhadap pencinta ketangkasan domba adu masih banyak," ujar Doddy Suhadi, S.H., Humas Himpunan Peternak Domba dan Kambing Indonesia (HPDKI) Kab.Bandung.
Terlepas dari berbagai polemik dan anggapan yang masih beredar di masyarakat, saat ini komunitas pencinta, penikmat maupun pemilik dan peternak domba adu yang lebih dikenal dengan sebutan domba garut ini, jumlahnya dari tahun ke tahun terus bertambah.
Berdasarkan catatan HPDKI Jawa Barat yang sebelumnya di ketuai H. Uu Rukmana dan kini dijabat Ir. H. Yudi Guntara Noor, jumlah anggota sudah mencapai 4.400.000 orang dengan 7 juta ekor domba. "Sangat fantastik, ada komunitas yang jumlah anggotanya sebanyak itu," ujar Doddy.
Apa rahasia semua ini? Silaturahmi rutin yang terus dijalin, domba garut hanya dijadikan sebagai sarana pertemuan antarpemilik, peternak dan pencinta domba adu. Setiap satu minggu sekali para anggota HPDKI maupun masyarakat umum pencinta maupun penikmat ketangkasan domba adu (garut) bertemu di pakalangan atau yang disebut pemilik domba dengan sebutan pamidangan (gelanggang/arena adu domba). Di Kota Bandung di antaranya di Babakan Siliwangi, Gegerkalong, Cigereleng-Moh.Toha, dan Lapangan Arcamanik. Sedangkan di Kab. Bandung, event serupa diselenggarakan di Lapangan Sulaeman, Ciborelang, serta di sejumlah daerah lainnya.
Silaturahmi di antara komunitas tidak hanya sekadar datang untuk melatih domba mereka dengan cara diadukan. Acara yang digelar juga dijadikan ajang saling tukar informasi, ilmu pengetahuan, hingga berbagai permasalahan yang ada kaitannya dengan hobi dan kecintaan mereka terhadap domba garut. "Tidak sedikit di antara kami menjadikan pertemuan sebagai ajang transaksi jual beli," ujar Doddy.
Ya, memang banyak hal yang bisa didapat dari pertemuan di saat latihan bersama para anggota HPDKI ini. Hal itu tidak hanya dirasakan para anggotanya, tetapi juga masyarakat yang tidak memiliki domba adu sekalipun. Semisal, dua ratusan mahasiswa Fakultas Peternakan Unpad Bandung, menjadikan pertemuan tersebut sebagai ajang pembelajaran mata kuliah khusus domba ketangkasan dengan dosen tamu, Ir. H. Yudi Guntara dan Doddy Suhadi, S.H. dari HPDKI.
Sementara mahasiswa antropologi dan kesenian menjadikannya sebagai sumber pembelajaran seni tradisi dan nilai-nilai budaya. "Orang boleh mengeluarkan pendapat. Lain kepala pasti lain pendapat. Tapi dalam hal ini kiranya kami perlu meluruskan kalau seni ketangkasan domba adu merupakan sarana atau wadah bagi siapa pun yang menyenangi domba adu atau yang biasa disebut domba garut," ujar H. Nuryana, salah seorang peternak domba.
Komunitas domba Garut yang tergabung dalam HPDKI, menurut Nuryana, bukan hanya monopoli pemilik domba adu atau peternak domba. Sejumlah seniman ibing pencak juga selalu berkesempatan bergabung untuk unjuk kebolehan sekadar membawakan beberapa jurus saat domba di pakalangan sedang diadu diiringi kendang pencak.
Meski tidak turut bergabung dalam HPDKI, jumlah penari ibing yang kebanyakan dari kaum pria berusia lanjut ini sudah mencapai 200 orang lebih. "Ini yang secara rutin selalu hadir di setiap latih tanding, apalagi kalau dikumpulkan dan dibuat wadah," ujar Nuryana.
Perubahan paradigma lama domba adu terus dilakukan, antara lain melalui perubahan peraturan oleh organisasi HPDKI yang waktu itu dipimpin Drs. H.A.M. Sampurna, M.M. selaku ketua umum dan Drs. H. Uu Rukmana selaku Ketua Wilayah Provinsi Jawa Barat. Tak heran jika arena adu ketangkasan saat ini lebih menjadi arena seni dan budaya, tempat bertemunya antarpeternak, penghobi, showroom, transaksi bibit domba berkualitas, serta objek wisata.
Beberapa nama seperti Kang Ibing dan dalang Asep Sunarya merupakan nama yang cukup dikenal sebagai penghobi dan pemilik domba garut berkualitas. "Hobi memelihara ternak domba garut dijamin tidak akan kalah kepuasannya dengan memelihara jenis hewan lainnya seperti anjing, kucing, ikan, atau tanaman hias.
Menurut Kang Uu (H. Uu Rukmana) yang kini menjabat sebagai Dewan Pakar HPDKI Jabar, kelebihan dari komunitas pencinta, pemilik, peternak, serta penghobi domba garut atau domba ketangkasan adalah nilai-nilai yang selama ini selalu dijaga oleh orang-orang Sunda terdahulu. "Semisal repeh rapih, gemah ripah, hade ka sasama, dan lain sebagainya tetap dijaga , tidak hanya saat berada di pamidangan, tetapi juga saat bertemu di lain acara. Mana ada di antara kami yang terlibat cekcok atau sampai ribut," ujar Kang Uu.
Selain merupakan bagian dari pelestarian nilai-nilai kasundaan, komunitas domba garut juga merupakan pasukan pelestari seni budaya Sunda, mulai dari berpakaian karena saat datang ke pamidangan mereka umumnya mengenakan pakaian kampret (pakaian hitam) berikut iket (ikat kepala) hingga ke tutur sapa khas priangan, tidak ada batasan antara pejabat selaku pemilik domba dan tukang mengurus domba atau tukang rumput sekalipun.
Selain itu, turut juga dilestarikan ibing pencak silat serta musik berikut tembang Sunda. "Banyak hal tentang kasundaan yang didapat saat ke pamidangan, tidak hanya menonton domba diadu," ujar Kang Uu.
Mengenai keberadaan komunitas dalam HPDKI, menurut dia, itu sekadar wadah untuk bergabung dalam berorganisasi. Selebihnya hubungan yang terjadi di pamidangan lebih kepada hubungan manusia dengan manusia dan manusia kepada alam.
Karena kecintaannya, setiap pemilik, peternak, pencinta, maupun penyuka seni ketangkasan domba adu, tidak segan-segan uintuk bertandang ke luar daerah. Pamidangan dengan adu dombanya hanya sebagai sarana mempererat kebersamaan di antara mereka yang menyukai hal yang sama yaitu seni ketangkasan domba adu. Boleh percaya atau tidak, kini ketangkasan adu domba tidak hanya digemari di tatar tanah Sunda, tetapi juga mulai merambah ke luar Jawa, bahkan mulai digemari di negara lain.
Karena itu, melalui Departemen Peternakan, keberadaan domba adu atau domba garut akan didaftarkan ke Food Agricultural Organization (FAO) sebagai domba asli Indonesia yang berasal dari Kabupaten Garut. "Kalau tidak segera didaftarkan, khawatir nanti diakui oleh negara lain," ujar Ir. H. Yudi Guntara Noor.

Sumber: Pikiran Rakyat, Jumat, 28 Maret 2008.

0 comments:

About This Blog

Lorem Ipsum

  © Free Blogger Templates Skyblue by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP