Jalan Berliku Dongkrak Sektor Pariwisata
>> Tuesday, June 3, 2008
Oleh: Stefanus Osa Triyatna
Sekaranglah saatnya kita memprioritaskan ”warung” pariwisata. Hanya dengan anggaran sekitar Rp 1 triliun, pariwisata terbukti mampu menghasilkan devisa Rp 45 triliun. Ini tentu belum prestasi spektakuler, tetapi setidaknya mengindikasikan bahwa sektor ini menjanjikan jika dikelola dengan sungguh-sungguh. Inilah surat terbuka Pariwisata: Kekeliruan Para Pemimpin yang disampaikan anggota DPR kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Surat terbuka itu disampaikan saat berbagai persoalan menghadang citra program Visit Indonesia 2008. Sebagian besar orang telah melihat program Kunjungan Indonesia tersebut sejak awal sudah dihadang kendala.
Sewaktu dicanangkan secara resmi pada 26 Desember 2007, wajah negeri yang memiliki kekayaan budaya dan wisata dari Sabang sampai Merauke ini seakan tercoreng. Memalukan, karena faktor pendukung Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta lumpuh. Akses jalan menuju dan dari bandara dilanda banjir.
Belum lagi persoalan ini selesai, akses jalan yang rusak menuju daerah-daerah tujuan wisata diam-diam belum menjadi perhatian pemerintah. Berbulan-bulan infrastruktur jalan rusak akibat curah hujan yang tinggi. Semua menunggu anggaran atau proses tender.
Citra pariwisata pun diperkirakan tidak habis-habisnya dirundung duka. Siapa pun tak akan menampik jika pariwisata sangat terkait dengan kondisi gejolak sosial-politik. Pasalnya, Visit Indonesia dicanangkan kembali pada saat suhu gejolak sosial-politik mulai meningkat untuk menuju Pemilihan Umum 2009. Belum lagi, pemilihan kepala daerah juga bakal terjadi di berbagai daerah sepanjang tahun ini.
Persoalan paling nyata dihadapi industri pariwisata, seperti bisnis perhotelan, restoran, dan pusat hiburan. Mereka pusing menghadapi kenaikan biaya operasional untuk membayar listrik dan bahan bakar gas. Bahkan, kini diperparah lagi dengan kenaikan harga kebutuhan pokok.
Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) SB Wiryanti Sukamdani mengatakan, Visit Indonesia adalah gebrakan yang membutuhkan daya dukung kesiapan industri pariwisata. Pengusaha sedang berkeluh-kesah untuk bisa survive atas kenaikan harga, khususnya bahan baku pangan dan gas industri, sampai-sampai wisatawan mancanegara membandingkan dengan murahnya biaya penginapan di Thailand dan Malaysia.
Potensi pendongkrak pariwisata yang tidak bisa diabaikan adalah jasa penerbangan. ”Sekarang saja potensi penerbangan kita masih sulit dikembangkan, belum lagi masalah larangan terbang maskapai penerbangan nasional oleh Komisi Uni Eropa. Satu-satunya jalan, kita mesti jalin kemitraan dengan maskapai penerbangan asing,” ujar Yanti, panggilan populer Wiryanti.
Atas berbagai persoalan yang merusak citra Visit Indonesia 2008, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar) Jero Wacik justru menuding pers ikut berperan dalam merusak citra pariwisata. Hampir dalam setiap kesempatan, termasuk di dalam perjalanan kunjungan kerja ke berbagai negara, Menbudpar menekankan pentingnya ketajaman peran media massa.
Dalam pertemuan dengan warga Indonesia di Moskwa, Rusia, beberapa pekan lalu, Menbudpar mengatakan, ”Pers berperan sebagai pembangun image. Sayangnya, prinsip bad news is a good news terus mendominasi di dalam pemberitaan. Misalnya, kasus aksi massa yang merusak dan meresahkan ditayangkan berulang kali. Akibatnya, timbul bayangan mengerikan dan menakutkan tentang Indonesia.”
Persoalan banjir akses jalan Bandara Soekarno-Hatta pun ditanggapi Menbudpar sebagai kasus temporer. Menurut dia, cuaca buruk juga terjadi di berbagai negara, bahkan ada negara di Eropa yang menutup bandara selama beberapa jam. Agar tidak terulang kembali, pemerintah dipastikan memiliki komitmen untuk membenahi akses jalan yang dilanda banjir itu.
Upaya meyakinkan wisatawan untuk berkunjung ke Indonesia tetap perlu semakin gencar. Menbudpar pun menyadari, keterbatasan anggaran seharusnya tidak menjadi kendala utama dalam menarik wisatawan, khususnya wisatawan mancanegara.
Keterbatasan anggaran
Rumput tetangga lebih hijau daripada rumput di pekarangan sendiri. Begitulah kita ”selalu” melihat pariwisata Indonesia. Kata ”selalu” menjadi tekanan karena potensi-potensi unggulan kekayaan wisata kerap diabaikan. Minimnya anggaran promosi selalu diperbandingkan dengan negara tetangga.
Anggaran promosi pariwisata Indonesia sekitar 15 juta dollar AS atau Rp 141 miliar. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Depbudpar) pernah melansir, anggaran promosi Visit Malaysia 2007 mencapai 44 juta dollar AS atau sekitar Rp 396 miliar.
Ketika mendengar keterbatasan anggaran promosi pariwisata Indonesia, Menteri Kebudayaan Bulgaria Stefan Danailov pun tersenyum kepada delegasi Depbudpar. Tentu, bukan bermaksud melecehkan.
Sambil menepuk ringan pundak Menbudpar Jero Wacik yang menemuinya di Kementerian Kebudayaan di Sofia, Bulgaria, pertengahan Maret 2008, Stefan mengatakan, ”Hampir semua menteri di Eropa yang notabene memiliki berbagai keragaman obyek wisata mengeluhkan minimnya anggaran untuk menggenjot pendapatan dari sektor pariwisata. Anggaran promosi bukan hanya persoalan Indonesia!”
Berdasarkan data Depbudpar, target jumlah wisatawan mancanegara secara pesimistis tahun 2008 mencapai 7 juta orang. Dari perhitungan Badan Pusat Statistik, jumlah wisatawan mancanegara yang dicapai selama tahun 2000-2007 sangat fluktuatif dengan kecenderungan berada di level lima jutaan.
Menbudpar mengatakan, kalau anggaran promosinya sedikit, pihaknya memang mesti mempunyai banyak akal menjual potensi pariwisata. Ini memang berat karena sudah 17 tahun Indonesia baru tidak melanjutkan tahun kunjungan wisata ini.
Visit Indonesia pertama kali diadakan tahun 1991. Saat itu bentuk lembaganya masih Departemen Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi yang dipimpin Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi Soesilo Soedarman. Alasan ketidaksiapan sejumlah daerah terulang kembali pada Visit Indonesia 2008. Padahal kalau terus-menerus selalu tidak siap, kapan lagi Indonesia bisa bersaing dengan negara-negara tetangga untuk merebut simpatik wisatawan yang gemar keliling dunia.
United Nation World Tourism Organisation (UNWTO) memperkirakan jumlah wisatawan di seluruh dunia sekitar 850 juta orang. Mereka memiliki kelebihan uang atau memang sekadar ingin meluangkan waktu dari kepenatan bisnisnya.
Anggota Komisi X DPR M Joko Santoso mengatakan bahwa peluang kedatangan wisatawan mancanegara membutuhkan kesiapan infrastruktur yang memadai. Jika bicara anggaran promosi, misalnya, kesalahan terletak pada paradigma para pemimpinnya. Presiden berganti, sektor pariwisata selalu menjadi anak tiri.
”Bayangkan, anggaran yang diperoleh dari pajak hotel mencapai Rp 27 triliun, tetapi nyatanya yang mengucur ke sektor pariwisata hanya sekitar Rp 1 triliun. Bisa jadi hal ini disebabkan oleh departemen teknis yang belum mempunyai program yang jelas untuk mendongkrak sektor pariwisata,” kata Joko.
Sulitnya, anggaran ini selalu dijadikan cost center yang mengharuskan habis tanpa efek timbal balik atau feedback yang terukur. Bukan dijadikan investasi atau profit yang mengharuskan adanya sesuatu keberhasilan yang terukur. Kini semua sama-sama perlu kerja keras!
Sekaranglah saatnya kita memprioritaskan ”warung” pariwisata. Hanya dengan anggaran sekitar Rp 1 triliun, pariwisata terbukti mampu menghasilkan devisa Rp 45 triliun. Ini tentu belum prestasi spektakuler, tetapi setidaknya mengindikasikan bahwa sektor ini menjanjikan jika dikelola dengan sungguh-sungguh. Inilah surat terbuka Pariwisata: Kekeliruan Para Pemimpin yang disampaikan anggota DPR kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Surat terbuka itu disampaikan saat berbagai persoalan menghadang citra program Visit Indonesia 2008. Sebagian besar orang telah melihat program Kunjungan Indonesia tersebut sejak awal sudah dihadang kendala.
Sewaktu dicanangkan secara resmi pada 26 Desember 2007, wajah negeri yang memiliki kekayaan budaya dan wisata dari Sabang sampai Merauke ini seakan tercoreng. Memalukan, karena faktor pendukung Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta lumpuh. Akses jalan menuju dan dari bandara dilanda banjir.
Belum lagi persoalan ini selesai, akses jalan yang rusak menuju daerah-daerah tujuan wisata diam-diam belum menjadi perhatian pemerintah. Berbulan-bulan infrastruktur jalan rusak akibat curah hujan yang tinggi. Semua menunggu anggaran atau proses tender.
Citra pariwisata pun diperkirakan tidak habis-habisnya dirundung duka. Siapa pun tak akan menampik jika pariwisata sangat terkait dengan kondisi gejolak sosial-politik. Pasalnya, Visit Indonesia dicanangkan kembali pada saat suhu gejolak sosial-politik mulai meningkat untuk menuju Pemilihan Umum 2009. Belum lagi, pemilihan kepala daerah juga bakal terjadi di berbagai daerah sepanjang tahun ini.
Persoalan paling nyata dihadapi industri pariwisata, seperti bisnis perhotelan, restoran, dan pusat hiburan. Mereka pusing menghadapi kenaikan biaya operasional untuk membayar listrik dan bahan bakar gas. Bahkan, kini diperparah lagi dengan kenaikan harga kebutuhan pokok.
Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) SB Wiryanti Sukamdani mengatakan, Visit Indonesia adalah gebrakan yang membutuhkan daya dukung kesiapan industri pariwisata. Pengusaha sedang berkeluh-kesah untuk bisa survive atas kenaikan harga, khususnya bahan baku pangan dan gas industri, sampai-sampai wisatawan mancanegara membandingkan dengan murahnya biaya penginapan di Thailand dan Malaysia.
Potensi pendongkrak pariwisata yang tidak bisa diabaikan adalah jasa penerbangan. ”Sekarang saja potensi penerbangan kita masih sulit dikembangkan, belum lagi masalah larangan terbang maskapai penerbangan nasional oleh Komisi Uni Eropa. Satu-satunya jalan, kita mesti jalin kemitraan dengan maskapai penerbangan asing,” ujar Yanti, panggilan populer Wiryanti.
Atas berbagai persoalan yang merusak citra Visit Indonesia 2008, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar) Jero Wacik justru menuding pers ikut berperan dalam merusak citra pariwisata. Hampir dalam setiap kesempatan, termasuk di dalam perjalanan kunjungan kerja ke berbagai negara, Menbudpar menekankan pentingnya ketajaman peran media massa.
Dalam pertemuan dengan warga Indonesia di Moskwa, Rusia, beberapa pekan lalu, Menbudpar mengatakan, ”Pers berperan sebagai pembangun image. Sayangnya, prinsip bad news is a good news terus mendominasi di dalam pemberitaan. Misalnya, kasus aksi massa yang merusak dan meresahkan ditayangkan berulang kali. Akibatnya, timbul bayangan mengerikan dan menakutkan tentang Indonesia.”
Persoalan banjir akses jalan Bandara Soekarno-Hatta pun ditanggapi Menbudpar sebagai kasus temporer. Menurut dia, cuaca buruk juga terjadi di berbagai negara, bahkan ada negara di Eropa yang menutup bandara selama beberapa jam. Agar tidak terulang kembali, pemerintah dipastikan memiliki komitmen untuk membenahi akses jalan yang dilanda banjir itu.
Upaya meyakinkan wisatawan untuk berkunjung ke Indonesia tetap perlu semakin gencar. Menbudpar pun menyadari, keterbatasan anggaran seharusnya tidak menjadi kendala utama dalam menarik wisatawan, khususnya wisatawan mancanegara.
Keterbatasan anggaran
Rumput tetangga lebih hijau daripada rumput di pekarangan sendiri. Begitulah kita ”selalu” melihat pariwisata Indonesia. Kata ”selalu” menjadi tekanan karena potensi-potensi unggulan kekayaan wisata kerap diabaikan. Minimnya anggaran promosi selalu diperbandingkan dengan negara tetangga.
Anggaran promosi pariwisata Indonesia sekitar 15 juta dollar AS atau Rp 141 miliar. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Depbudpar) pernah melansir, anggaran promosi Visit Malaysia 2007 mencapai 44 juta dollar AS atau sekitar Rp 396 miliar.
Ketika mendengar keterbatasan anggaran promosi pariwisata Indonesia, Menteri Kebudayaan Bulgaria Stefan Danailov pun tersenyum kepada delegasi Depbudpar. Tentu, bukan bermaksud melecehkan.
Sambil menepuk ringan pundak Menbudpar Jero Wacik yang menemuinya di Kementerian Kebudayaan di Sofia, Bulgaria, pertengahan Maret 2008, Stefan mengatakan, ”Hampir semua menteri di Eropa yang notabene memiliki berbagai keragaman obyek wisata mengeluhkan minimnya anggaran untuk menggenjot pendapatan dari sektor pariwisata. Anggaran promosi bukan hanya persoalan Indonesia!”
Berdasarkan data Depbudpar, target jumlah wisatawan mancanegara secara pesimistis tahun 2008 mencapai 7 juta orang. Dari perhitungan Badan Pusat Statistik, jumlah wisatawan mancanegara yang dicapai selama tahun 2000-2007 sangat fluktuatif dengan kecenderungan berada di level lima jutaan.
Menbudpar mengatakan, kalau anggaran promosinya sedikit, pihaknya memang mesti mempunyai banyak akal menjual potensi pariwisata. Ini memang berat karena sudah 17 tahun Indonesia baru tidak melanjutkan tahun kunjungan wisata ini.
Visit Indonesia pertama kali diadakan tahun 1991. Saat itu bentuk lembaganya masih Departemen Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi yang dipimpin Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi Soesilo Soedarman. Alasan ketidaksiapan sejumlah daerah terulang kembali pada Visit Indonesia 2008. Padahal kalau terus-menerus selalu tidak siap, kapan lagi Indonesia bisa bersaing dengan negara-negara tetangga untuk merebut simpatik wisatawan yang gemar keliling dunia.
United Nation World Tourism Organisation (UNWTO) memperkirakan jumlah wisatawan di seluruh dunia sekitar 850 juta orang. Mereka memiliki kelebihan uang atau memang sekadar ingin meluangkan waktu dari kepenatan bisnisnya.
Anggota Komisi X DPR M Joko Santoso mengatakan bahwa peluang kedatangan wisatawan mancanegara membutuhkan kesiapan infrastruktur yang memadai. Jika bicara anggaran promosi, misalnya, kesalahan terletak pada paradigma para pemimpinnya. Presiden berganti, sektor pariwisata selalu menjadi anak tiri.
”Bayangkan, anggaran yang diperoleh dari pajak hotel mencapai Rp 27 triliun, tetapi nyatanya yang mengucur ke sektor pariwisata hanya sekitar Rp 1 triliun. Bisa jadi hal ini disebabkan oleh departemen teknis yang belum mempunyai program yang jelas untuk mendongkrak sektor pariwisata,” kata Joko.
Sulitnya, anggaran ini selalu dijadikan cost center yang mengharuskan habis tanpa efek timbal balik atau feedback yang terukur. Bukan dijadikan investasi atau profit yang mengharuskan adanya sesuatu keberhasilan yang terukur. Kini semua sama-sama perlu kerja keras!
Sumber: Kompas, Sabtu, 19 April 2008.
Menabung dengan perlindungan jiwa, tunjangan rawat inap, sakit kritis, kecelakaan, cacat tetap total dll, sehingga tabungan Anda tidak akan berkurang buat biaya berobat, KLIK: TABUNGANKU
0 comments:
Post a Comment